Hutan Etika Di Indonesia – Pemahaman, Polemik Dan Pemetaan
Gugatan dan tuntutan sekelompok masyarakat perihal status hutan akhlak pernah dilayangkan terhadap Mahkamah Konstitusi. Tuntutan tersebut menciptakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 yang berisi perubahan pemahaman dari yang semula:
“hutan yang berstatus selaku hutan negara yang berada dalam daerah masyarakat aturan budbahasa”
diubah menjadi:
“hutan yang berstatus selaku hutan yang berada dalam daerah penduduk aturan budpekerti.”
Perubahan tersebut mengakibatkan hadirnya pemahaman gres perihal hutan menurut segi statusnya.
Pengertian Hutan Adat
Hutan etika ialah status daerah hutan. Pengertian hutan etika adalah hutan yang berada dalam wilayah penduduk hukum adab. Berdasarkan dari data AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), luasan hutan dengan status budpekerti ketika ini yakni 64% dari 7,4 juta hektar daerah akhlak yang telah dipetakan.
Hutan yang berstatus adab masih menjadi polemik dan tidak terang, alasannya adalah dalam kerangka aturan di Indonesia, jenis hutan ini dianggap sebagai hutan negara dimana hak pengelolaan diberikan kepada penduduk akhlak.
Undang-undang No.41 tahun 1999 ihwal Kehutanan, menyebutkan status hutan di Indonesia dibagi menjadi hutan negara dan hutan hak. Hutan negara mengacu pada tempat hutan yang berada di atas tanah yang tidak dibebani hak atas tanah (tidak dimiliki seseorang atau tubuh aturan).
Sedangkan hutan hak mengacu pada tempat hutan yang berada di atas tanah yang dibebani hak atas tanah. Oleh sebab itu, secara otomatis hutan adat masuk sebagai tempat hutan negara.
Namun pada perkembangannya melalui Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor 35/PUU-X/2012. Mahkamah konstitusi menganggap ketentuan hutan budbahasa dalam undang-undang sebelumnya berlawanan dengan konstitusi. Oleh karena itu, status hutan masyarakat budbahasa ketika ini dikukuhkan selaku milik penduduk akhlak, bukan hutan negara.
Putusan Mahkamah Konstitusi
Putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan ada pergeseran pengertian hutan etika dan pasal-pasal terkait lainnya dalam UU No.41 tahun 1999. Salah satunya terdapat dalam pasal 1 ayat 6, berikut suara perubahannya:
Sebelumnya:
“Hutan budpekerti yaitu hutannegarayang berada dalam kawasan masyarakat aturan adab”.Menjadi:
“Hutan etika ialah hutan yang berada dalam kawasan penduduk hukum budpekerti”.
Sebagai akibat dari pergeseran tersebut, timbul aneka macam gosip aturan yang hingga dikala ini belum mampu dijawab. Antara lain perihal batas-batas kewenangan masyarakat etika dalam mengorganisir hutan. Seperti apakah masyarakat budbahasa dapat mengalihkan hak atas hutan kepada pihak lain atau mengalihkan fungsi hutan menjadi non hutan.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) adalah organisasi penduduk adab di Indonesia. AMAN ialah organisasi yang memperjuangkan pengukuhan hak penduduk budpekerti dalam mengelola hutan dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
AMAN berdiri pada tahun 1999 di Jakarta dengan konsentrasi utama membela hal-hal yang mengancam eksistensi masyarakat adat mirip pelanggaran HAM, perampasan tanah, pelecehan budaya, dan berbagai kebijakan yang dengan sengaja meminggirkan penduduk akhlak. Organisasi ini mempunyai anggota 2.240 komunitas budpekerti yang tersebar di seluruh nusantara.
Bagi penduduk budbahasa, hutan adab menjadi kesatuan yang tidak mampu dipisahkan. Hutan menjadi bagian dari kehidupan penduduk akhlak yang sudah menopang kehidupan sehari-hari.
Selain itu, hutan juga titipan bagi generasi yang hendak datang. Hutan etika menjadi salah satu kekayaan penting bagi penduduk akhlak untuk menjamin kesejahteraan hidup.
Berdasarkan catatan AMAN, telah terjadi 25 perkara kriminalisasi masyarakat budbahasa yang menjerat 33 orang. Masyarakat etika mengalami diskriminasi berbentukfisik dan non fisik, jalan masuk ke hutan terbatas, pengusiran dan lain-lain dengan menggunakan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UUP3H) yang dikeluarkan setelah Putusan MK No.35
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, pemerintah tempat dan peraturan kawasan semestinya berperan penting dalam pelaksanaannya, namun sayangnya belum semua jajaran abdnegara pemerintah mengetahui bahwa hak-hak masyarakat etika yang banyak dirampas harus dikembalikan dan dilindungi.
Hutan Adat di Indonesia
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengklaim ada sekitar 40 juta hektar hutan budpekerti di Indonesia. Tetapi bukti-bukti yang dilampirkan gres sebatas 265 peta dengan luasan mencapai 2.402.222,824 hektar.
Peta Hutan Adat di Indonesia
Pada 29 April 2019, pemerintah Indonesia lewat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah menerbitkan keputusan perihal peta hutan budbahasa dan wiliayah indikatif hutan budbahasa tahap pertama. Pada surat ini dinyatakan peta hutan budpekerti dan kawasan indikatif di Indonesia seluas 472.981 hektar.
Rincian luasan hutan tersebut terdiri dari hutan etika 453.831 hektar (hutan negara seluas 384.896 hektar dan areal penggunaan lain 68.935 hektar) serta penetapan SK hutan budbahasa seluas 19.150 hektar.
Luas hutan tersebut tersebar diseluruh daerah Indonesia mencakup lima region, yakni 64.851,17 hektar di Sumatera, 14.818,49 di Jawa, Bali, Nusa Tenggara, 54.978,98 di Kalimantan, 261.323,01 di Sulawesi dan 77.009,57 di Maluku dan Papua.
Dirilisnya peta hutan adab di Indonesia bertujuan biar ada penyelesaian pertentangan-pertentangan yang terjadi dan meminimalkan tumpang tindih kepemilikan lahan.
Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga menerbitkan peraturan baru untuk menggantikan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 32/2015 perihal Hutan Hak, dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P21 tertanggal 29 April 2019 perihal Hutan Adat dan Hutan Hak.
Comments
Post a Comment